Berikut
ini merupakan beberapa contoh studi kasus masing-masing bab mata kuliah
Ilmu Sosial Dasar, dimulai dari bab 1 sampai dengan bab 10, berikut
rangkumannya:
BAB I : Pengantar Ilmu Sosial Dasar
Aplikasi Mata Pelajaran IPS Terhadap Kepedulian Sosial
Apakah yang dimaksud dengan Pekerjaan itu? Apakah hanya untuk
orang-orang yang bekerja di kantor dan berseragam? Bagaimana dengan
pekerjaan sebagai pengepul sampah?
Saya adalah seorang guru Sekolah Dasar kelas 3 di SDN Sumber Wetan 2.
Pada mata pelajaran IPS Kelas 3 ada pembahasan tentang mata pencaharian.
Ketika saya mulai menjelaskan tentang jenis-jenis pekerjaan, tiba-tiba
saya dikejutkan dengan sebuah teriakan, “Bu guru, ayah Huda seorang
rop-orop (pengepul sampah)”. Teriakan siswa itu kontan saja menimbulkan
gelak tawa dari teman-temannya. Sementara Huda merasa tersinggung dengan
cemoohan teman-temannya.
Dari kisah tersebut akhirnya saya menanyakan kepada mereka apa
sebenarnya arti pekerjaan? Jawaban anak-anak sangat bervariasi. Salah
satu jawaban menyebutkan bahwa pekerjaan itu hanya untuk orang-orang
yang bekerja di kantor dan berseragam. Sementara pekerjaan pengepul
sampah seperti ayah Huda bukanlah jenis pekerjaan seperti yang sudah
saya jelaskan.
Akhirnya muncul ide untuk mengajak anak-anak mengunjungi tempat pengepul
sampah yang kebetulan lokasinya tidak jauh dari sekolah kami.
Sebelum menuju lokasi, saya bentuk kelompok belajar agar lebih
memudahkan kunjungan tersebut. Disana mereka tertegun karena begitu
banyak timbunan plastik bekas botol minuman dikumpulkan oleh para
pengepul sampah. Sampah dikumpulkan menurut warna dan jenisnya. Lalu
botol bekas tersebut digiling untuk dikirim ke pabrik pembuatan
barang-barang plastik.
Setelah mengamati proses penggilingan sampah, siswa mengadakan tanya
jawab dengan para pekerja. Dari hasil tanya jawab, siswa membuat laporan
kegiatan untuk dikumpulkan.
Kegiatan tanya jawab kepada pekerja pemilah sampah. |
Kegiatan mengamati penggilingan sampah |
Sampah setelah digiling dipilah berdasarkan warnanya |
Opini: Selain mempelajari teori mengenai ilmu sosial di
kelas, ada baiknya juga diselingi dengan tinjauan ke lapangan. Seperti
pada kasus diatas, siswa-siswi kelas 3 SD diajak untuk mengunjungi dan
mengamati kegiatan mata pencaharian seorang Orang tua murid di kelas,
sehingga diharapkan adanya peningkatan kepedulian siswa terhadap mata
pencaharian sesorang, sehingga siswa tersebut dalam kesehariannya
menjadi lebih menghargai pekerjaan orang lain.
BAB II : Penduduk Masyarakat dan Kebudayaan
Jambore Iket Sunda Bentuk Nyata Pelestarian Budaya
Dikutip dari : http://www.detiklampung.com/berita-355-jambore-iket-sunda-bentuk-nyata-pelestarian-budaya.html
DL/01092013/Bandarlampung.
Beragam cara bangsa Indonesia untuk dapat melestarikan dan mengembangkan
budaya negeri ini. Satu diantaranya adalah dengan mengangkat kearifan
local ke tingkat nasional bahkan internasional. Seperti yang dilakukan
oleh komunitas iket Sunda (KIS) Jawa Barat yang akan menghelat Jambore
Iket Sunda tingkat internasonal di Pangandaran – Banten, 8 September
mendatang.
Ini diungkapkan Gunawan Sejati, penggagas komunitas iket Sunda di
Lampung, kepada detiklampung.com, Minggu (01/09). “Kami siap mengikuti
Jambore Iket Sunda, karena selain itu event besar internasional, juga
akan memberikan semangat bagi kami untuk membentuk KIS regent Lampung,”
kata Gunawan.
Sementara ini, meskipun belum secara resmi dikukuhkan, KIS sudah
mempunyai komunitas lebih dari 300 orang di seluruh Lampung. “Ini kan
baru digagas, sambutannya cukup lumayan cepat dari teman-teman, bahkan
bukan saja dari etnis Sunda, juga yang lain,” tambahnya.
Menurut Gunawan, iket adalah sejenis penutup kepala yang berciri khas
Sunda ada beberapa macam, seperti Barangbang Semplak, Julangapak,
Parengkos Jengkol, Parengkos Nangka, dan beberapa lagi, termasuk satu
kreasi yang sedang diproduksi di Lampung Tengah adalah Parengkos Gajah
Lampung.
“Ini kekayaan budaya yang harus dilestarikan, dan dapat dipadukan dengan
khas daeah dimana kita tinggal. Seperti di Lampung ini. Ayah saya sudah
merancang sebuah iket dengan corak Sunda namun berornamen batik
Lampung. Ini akan menambah kecintaan kita terhadap budaya negeri ini,”
kata staf Humas Kabupaten Lampung Tengah itu.
Sementara menurut ketua perguruan Sonia Wening, Amien, atau yang lebih
akrab dipanggil Laleur Bodas (Lalat Putih), menegaskan bahwa saat ini
Paguyuban Jawa Barat memang sedang mempersiapkan pertemuan se provinsi
Lampung yang kebetulan juga direncanakan tanggal 8 September mendatang.
“Tempatnya kami sepakati SLB Bandarlampung. Ini juga dalam rangka tetap
melestarikan budaya Indonesia. Bentuknya memang pagelaran Seni Sunda
dalam rangka halal bihalal kami, Lampung Tengah mendapat tugas untuk
mengirimkan kelompok pencak silat.” katanya.
Komunitas masyarakat Sunda di provinsi Lampung cukup besar, pada data
BPS tahun 2009, dari 8 juta penduduk Lampung, etnis Sunda berjumlah 2
juta jiwa. Dan ini terus berkembang. “Kami tetap tidak melupakan budaya
asal daerah, tetapi tetap menjunjung tinggi adat dan budaya dimana kami
berada. Di mana bumi dipijak, di situ langit di junjung, begitulah
kira-kira,” tambah Amin. (R-01)
Opini: Beragamnya corak budaya bangsa Indonesia menjadi warisan yang
tidak ternilai harganya, oleh karena itu, pelestarian budaya seperti
yang dilakukan penduduk Lampung yang ber-etnis Sunda ini merupakan salah
satu upaya yang dapat dilakukan dalam melestarikan buadaya bangsa.
Meskipun tidak sedang menetap di wilayah provinsi sunda, tetapi tetap
tidak melupakan budaya yang diwarisakan secara turun-temurun dalam etnis
Sunda. Selain itu perpaduan budaya kesenian Sunda dan corak batik
Lampung tersebut dapat menambah kecintaan terhadap budaya bangsa.
BAB III : Individu, Keluarga, dan Masyarakat
Istri Korban KDRT: Sedih Lihat Anak Tiru Perilaku Kasar Ayah
TRIBUNNEWS.COM -- Istri aparat polisi korban kekerasan dalam rumah
tangga (KDRT) hanya bisa menahan sesak di hati. Dalam hati tidak tahan
dengan kelakuan sang suami, namun dia tidak berdaya.
"Saya bertahan karena anak. Kalau saya berpisah dari suami, saya tidak
memiliki jaminan bisa mendidik dan menyekolahkan anak saya secara layak.
Karena itu, saya masih butuh suami untuk menghidupi dua buah hatiku,”
kata Rianti, istri seorang bintara polisi kepada Surya, Senin
(11/3/2013).
Yang membuat perempuan 30 tahun itu makin tersiksa, kondisi psikologis
anaknya terpengaruh oleh kekerasan yang dilakukan suami. Beberapa kali
sang anak menyaksikan langsung bagaimana bapaknya menganiaya sang ibu.
“Karena kekerasan yang saya alami ini, anak saya menjadi temperamental.
Anak saya yang kedua, sering memukul temannya. Saya sampai dipanggil ke
sekolah,” katanya. Anak pertama Rianti perempuan dan yang kedua
laki-laki.
Anak sulung Rianti sedikit berbeda. Dia lebih sering melampiaskan
kemarahan dengan menyakiti diri sendiri. Kondisi inilah yang membuat
hati Rianti teriris. Dia tidak menyangka, kekerasan yang dialami
berdampak pada kedua anaknya.
“Saat saya dipukul hingga terluka dan menangis, anak saya ada di rumah.
Mereka tidak bisa berbuat apa-apa karena masih kecil. Saya merasa
kasihan karena mereka harus melihat ibunya dipukul ayahnya,” tutur
Rianti.
Sejak dalam kandungan, anak-anak Rianti memang sudah 'mendapatkan'
perlakuan kasar dari ayahnya. Rianti kerap dipukul suaminya saat dia
mengandung. Bahkan, sang suami pernah memukulnya dengan kipas angin dan
membenturkan kepalanya ke tembok.
Dia kemudian menduga-duga, sifat keras sang anak itu tertanam sejak
masih dalam kandungan. “Tentu kondisi ini membuat saya sedih. Saya tidak
ingin anak saya menjadi korban. Saya ingin mereka tumbuh normal
selayaknya anak-anak seusia mereka,” kata Rianti.
Rianti pernah berencana mengungsikan anak-anaknya dari rumah. Dia ingin
menyekolahkan anaknya ke pondok pesantren. Selain untuk mempertebal
agama, Rianti tidak ingin kejiwaan anaknya semakin terganggu karena aksi
kekerasan yang dialami ibunya.
Hanya saja, sebagai seorang ibu, Rianti juga tidak bisa jauh dari sang
buah hati. Dia masih berat melepas anaknya ke pondok pesantren. “Ibu
mana yang bisa jauh dari buah hatinya. Tapi Insya Allah saya nanti kuat
karena ini demi anak-anak,” imbuhnya.
Masalah lain kemungkinan juga muncul jika rencana itu terealisasi.
Rianti cemas kekerasan yang dialami semakin menjadi-jadi kalau kedua
anaknya tidak berada di rumah. Menurutnya, peredam emosi sang suami
adalah dua anaknya itu.
Suami Rianti memang kerap luluh saat melihat anak-anaknya, terlebih anak
kedua mereka. “Tidak ada cara lain agar suami saya lebih sabar kecuali
memperbanyak interaksi dia dengan anak-anak,” katanya.
Cara ini untuk sementara memang mulai ada hasil. Rianti mengaku
kekerasan yang dialaminya mulai berkurang. Biasanya, dia mengalami
kekerasan antara dua sampai tiga kali dalam seminggu. Kini sudah tiga
minggu belakangan ini dia tidak dikasari oleh sang suami.
Rianti juga memilih lebih sabar menghadapi suaminya yang memiliki
temperamen tinggi. Bahkan, dialah yang kini berusaha lebih keras untuk
mencari tahu kekurangan dirinya sehingga sang suami tega berbuat kasar.
(Surya/idl)
Opini: Sikap anak sangat dipengaruhi oleh orangtuanya sendiri.
Ada pepatah yang berbunyi "Buah tidak jatuh jauh dari pohonnya". Oleh
karena itu, sebagai orang tua hendaknya memberikan contoh dan teladan
yang baik bagi anak-anaknya.
BAB IV : Pemuda dan Sosialisasi
Seks Bebas Masalah Utama Remaja Indonesia
BKKBN (Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional) menyatakan
bahwa masalah remaja bukan hanya persoalan narkoba dan HIV/AIDS.
Persoalan seks bebas kini juga menjadi masalah utama remaja di Indonesia.
“Hal tersebut harus segera ditangani mengingat jumlah remaja terbilang
besar, yakni mencapai 26,7 persen dari total penduduk,” kata Plt Kepala
BKKBN, Subagyo, di Jakarta, Rabu.
Penelitian Survei Kesehatan Reproduksi Remaja Indonesia (SKRRI) pada
2007 lalu menemukan perilaku seks bebas bukanlah sesuatu yang aneh dalam
kehidupan remaja Indonesia.
Kementerian Kesehatan (Kemenkes) 2009 pernah merilis perilaku seks bebas
remaja dari penelitian di empat kota yakni Jakarta Pusat, Medan,
Bandung, dan Surabaya.
Hasilnya menunjukkan sebanyak 35,9 persen remaja punya teman yang sudah
pernah melakukan hubungan seksual sebelum menikah. Bahkan, sebanyak 6,9
persen responden telah melakukan hubungan seksual pranikah.
”Sebagai institusi yang mempunyai fungsi sosialisasi tentang pentingnya
kesehatan reproduksi bagi remaja dalam upaya mempersiapkan kehidupan
berkeluarga, BKKBN terus meningkatkan berbagai program,” katanya.
Opini: menurut saya kita sebagai generasi muda harus lebih
hati-hati terhadap pergaulan yang akan menjerumuskan diri kita ke dalam
masalah, apalagi tentang seks bebas dan HIV/AIDS yang bisa mencemarkan
nama baik kita juga keluarga. Selain menjaga diri, dukungan dari orang
tua atau orang-orang terdekat juga harus ada agar bisa menjauh dari
langkah yang salah.
BAB V: Warga Negara dan Negara
Dilema Warga Perbatasan, Menyambung Hidup atau Pertahankan Patriotisme
Nunukan - Kalimantan Timur merupakan salah satu wilayah Indonesia yang
berbatasan langsung dengan negara Malaysia. Pulau yang memiliki batas
darat dengan wilayah Negeri jiran tersebut adalah Pulau Nunukan dan
Pulau Sebatik.
Khusus di Pulau Sebatik, ada satu cerita menarik yang perlu diketahui
masyarakat Indonesia. Tak lain adalah mengenai bagaimana warga Negara
Indonesia perbatasan bertahan hidup dengan dilema suplai kebutuhan yang
sangat sulit serta mempertahankan nasionalisme ditengah keadaan yang
serba susah.
Rita Yacob (40) merupakan perempuan asli Pulau Nunukan yang telah 13
tahun menetap di Pulau Sebatik. Ibu satu anak ini mengaku senang tinggal
di pulau tersebut walau dengan berbagai kendala.
"Untuk makanan dan kebutuhan pokok, kami di pulau ini mendapatkannya
dari pedagang di daerah Sungai Nyamuk yang suplainya dari Tawau (salah
satu daerah negara bagian Sabah, Malaysia)," ujarnya kepada detikcom
saat menyambangi Desa Pancang, Jalan Bedurahim, Pulau Sebatik, Kaltim,
Selasa (8/10/2013).
Dia mengakui, untuk mendapatkan suplai dari daerah terdekat seperti
Nunukan dan Tarakan membutuhkan waktu yang sangat lama. Belum ditambah
dengan harga yang mahal, sehingga masyarakat Sebatik menggantungkan
hidup dengan menyuplai kebutuhan hidup dari daerah Tawau, Malaysia.
"Habis bagaimana, menunggu dari Nunukan lama dan mahal. Di Tawau semua
ada, dan harganya juga lebih murah. Misalkan minyak goreng di Tawau Rp
10 ribu, di Nunukan lebih mahal," tuturnya polos.
Wanita yang bekerja di bagian penyapuan sampah ini mengatakan, warga
Sebatik memakai 2 mata uang untuk bertransaksi, rupiah dan ringgit.
Walaupun saat ini 1 Ringgit Malaysia (RM) telah berada di kisaran Rp
3.500, masyarakat tetap lebih senang memenuhi kebutuhan hidup dari
negeri jiran.
Opini: Seharusnya pemerintah tidak hanya fokus dalam pembangunan
di wilayah perkotaan saja, tetapi juga harus mementingkan kebutuhan dan
pembangunan di daerah perbatasan. Sehingga kesejahteraan seluruh warga
Indonesia lebih terjamin, sebagaimana tujuan negara pada umumnya.
BAB VI: Pelapisan Sosial dan Kesamaan Derajat
Citizen6, Bandung: Kawasan Yayasan Pendidikan Telkom yang berlokasi di
Jalan Telekomunikasi, Terusan Buah Batu, Dayeuh Kolot, Bandung,
merupakan kawasan tempat berdirinya kampus-kampus yang berada di bawah
naungan Telkom yaitu Institut Teknologi Telkom, Istitut Manajemen
Telkom, Politeknik Telkom, dan STISI Telkom.
Kawasan ini juga merupakan kawasan tempat tinggal mahasiswa dengan
banyaknya kos-kosan dan kontrakan yang disediakan untuk mahasiswa
pendatang. Masuknya mahasiswa sebagai pendatang di daerah ini telah
membawa paradigma baru dan fenomena kesenjangan sosial yang terjadi
antara kaum pendatang dengan kaum pribumi yang ada di sini.
Menurut Bapak Asep Suyana selaku ketua RT 04 RW 06 desa Sukabirus,
Dayeuh Kolot, Bandung, sosialisasi antara mahasiswa sebagai kaum
pendatang dengan pribumi semakin hari semakin berkurang. Hal ini bisa
dilihat dari kurangnya partisipasi masyarakat ketika kerja bakti yang
dilaksanakan oleh warga pribumi. Padahal dulu mahasiswa dan pribumi
saling gotong royong membersihkan lingkungan dan ikut kegiatan kerja
bakti yang dilaksanakan setiap bulan. “Dulu mahasiswa rajin kerja bakti
dan gotong royong bersama masyarakat, sekarang mahasiswa hanya kerja
bakti ketika ospek kuliah saja”, tuturnya.
Bukti nyata dari fenomena kesenjangan sosial ini adalah adanya fasilitas
berupa kos-kosan dan rumah kontrakan mewah yang dibangun untuk para
mahasiswa, sedangkan masyarakat pribumi masih ada yang tinggal di gubuk
reot yang terbuat dari bambu lapuk di sepanjang aliran sungai PGA.
Mahasiswa mampu kuliah dengan menggunakan kendaraan pribadi seperti
sepeda motor bahkan mobil mewah sementara masih banyak anak-anak kecil
masyarakat pribumi yang putus sekolah dan tidak mendapatkan pendidikan
yang layak. Mahasiswa mampu membeli dan bermain dengan gadget canggih
sebagai pendukung sarana perkuliahan mereka sedangkan anak-anak
masyarakat pribumi masih ada yang bermain air dan berenang di sungai PGA
yang kumuh.
Tidak semua masyarakat senang dengan perubahan yang terjadi di kawasan
Yayasan Pendidikan Telkom ini. Salah satunya adalah ibu Arisah yang
telah menetap di daerah kawasan Yayasan Pendidikan Telkom ini selama 25
tahun. Ibu Arisah merindukan suasana seperti dulu ketika kampus Telkom
belum masuk ke kawasan tempat ia tinggal. “Dulu masih sepi, adem ayem.
Sekarang udah rame banget. Banyak gedung-gedung tinggi”, ujar Ibu
Arisah. Ibu Arisah juga mengatakan kalau keamanan yang ada di kawasan
Yayasan Penidikan Telkom ini semakin menurun dibanding sebelum Kampus
Telkom berdiri. “Dulu daerah ini sepi, aman. Sekarang udah banyak
maling. Bahkan kemarin ada pembunuhan”, tuturnya.
Namun tidak semua perubahan ini berdampak negatif. Masuknya mahasiswa
pendatang ke kawasan Yayasan Pendidikan Telkom ini telah mengubah
paradigma masyarakat yang membawa dampak positif bagi kehidupan
masyarakat itu sendiri. Salah satunya adalah dengan banyaknya peluang
bisnis dan lapangan kerja baru yang tersedia bagi masyarakat pribumi.
Contohnya adalah bisnis kuliner dan bisnis kos-kosan yang banyak
terdapat di sekitar kawasan Telkom. Hal itu membuat masyarakat yang
dulunya hanya bekerja sebagai petani mulai merambah ke dunia
kewirausahaan. Contohnya dengan membawa usaha seperti warkop dan
berjualan roti bakar. Tidak semua perubahan itu berdampak negarif, namun
selalu ada dua sisi mata uang terhadap setiap fenomena yang
terjadi.kelompok 1 (Rachmat Fitra/Rama Raditya/Rony Octari/ABI)
(Kelompok I)
Rachmat Fitra/Rama Raditya/Rony Octari adalah pewarta warga
Opini: Pesatnya pembangunan selain berdampak positif juga
berdampak negatif, terkadang ada batas yang kontras antara si kaya dan
si miskin, seperti pada artikel diatas. Sebaiknya sebelum melaksanakan
pembangunan, ada baiknya dilakukan sosialiasasi kepada masyarakat di
sekitar dan mempertimbangkan opini-opini warga sekitar.
BAB VII : Masyarakat Pedesaan dan Perkotaan
IPB Kembangkan Desa Wisata
BOGOR (Pos Kota) – Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat,
Institut Pertanian Bogor (LPPM) -IPB) gelar Lokakarya Pengembangan Desa
Wisata Lingkar Kampus di Ruang Sidang Rektor, Gedung Andi Hakim
Nasoetion.
Rektor IPB, Prof. Dr. Ir. Herry Suhardiyanto, M.Sc mengatakan, sivitas
dan Pemerintah Kota mendiskusikan hal penting bagaimana desa wisata
lingkar kampus dapat dikembangkan terus, dan betul-betul dapat menjadi
salah satu penghela penting dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Wisata merupakan salah satu sektor luar biasa, termasuk menjadi tiga
sektor yang menjadi prime over perekonomian nasional. Hanya saja sektor
wisata masih belum dikembangkan optimal. Saat ini masih banyak destinasi
wisata yang belum digarap. Selama ini kita lebih mengandalkan destinasi
tradisional.
“Kita mengembangkan wisata desa berlandaskan community based. IPB
memandang konsep ini berdasarkan perspektif ekowisata yang dapat menjaga
kelestarian alam Ini akan menarik banyak orang untuk berkunjung dan
mampu menggerakkan perekonomian daerah,”ujar Rektor.
Dalam kesempatan ini, Dr. Siti Nurisjah, MSLA memaparkan dalam
presentasinya terkait rancangan pengembangan agrowisata desa-desa
lingkar kampus. Desa wisata dibagi dalam beberapa basis wisata
diantaranya kawasan wisata berbasis alam (hutan, sungai), kawasan wisata
berbasis air (situ), kawasan wisata berbasis pertanian organik dan
kawasan wisata berbasis kehidupan pertanian.
Walikota Bogor terpilih, Dr.Bima Arya dalam kesempatan ini mengatakan,
dirinya sudah lama memimpikan forum seperti ini. “Karena sebagai dosen
dan peneliti, menurut saya kekuatan disain pembangunan tergantung
sinergitas peneliti dan policy maker. Bersamaan forum ini, kami juga
pararel menyusun turunan RPJMD lima tahun ke depan,”kata Bima.
Menurut Dr.Bima, dengan pertemuan ini IPB ingin menguatkan persepsi
Pemerintah Kota Bogor mengenai pengembangan potensi Bogor di masa yang
akan datang.
“Pembangunan dan penataan potensi Kota Bogor harus dilandasi historical
factor atau kesejarahan Kota Bogor sebagai kota wisata dan pemukiman
yang nyaman disesuaikan perkembangan demografisnya. Kesimpulan saya,
Kota Bogor memiliki potensi yang besar dibidang wisata,”kata Bima.
(yopi)
Opini: Artikel tersebut menurut saya merupakan salah satu contoh
interaksi antara masyarakat pedesaan dan perkotaan. Sebagai masyarakat
perkotaan yang lebih terbuka wawasannya dan lebih sensitif akan peluang
usaha demi perekonomian negara mengusulkan untuk membuat tempat wisata
yang nantinya akan memberi dampak positif bagi masyarakat pedesaan baik
dalam segi ekonomi maupun wawasan.
BAB VIII : Pertentangan-Pertentangan Sosial & Integrasi Masyarakat
Konflik Sosial Ancam Persatuan dan Kesatuan
Solo (ANTARA) - Konflik sosial dan tindakan kekerasan yang merebak di
beberapa daerah, terutama perkotaan perlu dicegah karena dapat mengancam
persatuan dan kesatuan serta mengganggu kehidupan bernegara dan
berbangsa.
Prof Dr Tadjuddin Noer Effendi staf pengajar Fisipol Universitas Gajah
Mada (UGM) Yogyakarta, mengatakan hal itu pada "Seminar Dengan Semangat
Kebangkitan Nasional, Kita Galang Kebersamaan Mencegah Kekerasan dan
Terorisme Untuk Kedamaian", di Universitas Sebelas Maret Surakarta (UNS)
Jumat.
Ia mengatakan, pendekatan preventif (pencegahan) perlu lebih diutamakan
daripada pendekatan mengatasi (kuratif). Empati dan mau memahami akan
persoalan yang dihadapi para remaja penting untuk dilakukan. Akar
persoalan, meskipun tidak langsung tampak ada kaitan dengan tingginya
angka pengangguran terbuka usia remaja berpendidikan.
Barangkali kesulitan para remaja mendapatkan akses memasuki pasar kerja
dan akses sosial lainnya dapat memicu munculnya ketidakpuasan, keputusan
dan frustrasi sosial. Situasi sosial seperti itu dapat menjadi pemantik
konflik terbuka dan tindakan kekerasan. Tidak mustahil situasi itu juga
sebagai wahana persemaian dan berseminya aksi terorisme.
Momentum bonus demografi perlu dimanfaatkan secara optimal untuk
mengurangi angka pengangguran terbuka remaja berpendidikan.
Peluang-peluang ekonomi yang muncul seiring dengan bonus demografi perlu
diarahkan untuk menciptakan peluang kerja dan berusaha yang dapat
menyerap para pengangguran terbuka remaja.
Kelompok remaja ini secara sosial rawan karena berwatak labil mudah
terpengaruh isu-isu negatif. Mudah emosi dan terpancing untuk melakukan
tindakan kekerasan. Apalagi dalam kehidupan, mereka merasakan ada
kesenjangan sosial.
Ia mengatakan dari 40,772 juta penduduk usia 15-24 tercatat sebagai
angkatan kerja berjumlah 20,257 juta. Dari jumlah tersebut 45,5 persen
berdomisili di perkotaan. Para remaja yang tercatat sudah bekerja
sekitar 15,884 juta jiwa yang bekerja di kota 44,3 persen dan sisanya
55,7 persen di desa.
Dikatakan dia, pada tahun 2010 angkatan kerja untuk usia 16 -60 tahun
yang tercatat mencari kerja atau pengangguran terbuka sekitar 7,1
persen. Bila dicermati menurut kelompok usia maka ada perbedaan yang
mencolok antara tingkat pengangguran terbuka remaja usia 15-24 dengan
usia 25-60 tahun.
Tingkat pengangguran terbuka usia 15-24 tahun mencapai 21,4 persen
sedangkan untuk usia 25-60 tahun hanya berkisar 4,1 persen. Perbedaan
ini tidak jauh berbeda di perkotaan dan perdesaan. (tp)
Opini: Banyak hal yang dapat menyebabkan konflik, yang dapat saya
cerna dari artikel tersebut yaitu mengenai kelompok pengangguran yang
secara psikologis lebih mudah terpengaruh isu-isu negatif sehingga
kelompok cenderung mudah terlibat dalam konflik.
BAB IX : Ilmu Pengetahuan Teknologi dan Kemiskinan
Akademisi: Atasi Kemiskinan Dengan Pendekatan Ilmu SosialDikutip dari: http://id.berita.yahoo.com/akademisi-atasi-kemiskinan-dengan-pendekatan-ilmu-sosial-091851554.htmlJakarta (ANTARA) - Kepala Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Lukman Hakim berpendapat bahwa pendekatan ilmu-ilmu sosial sangat diperlukan dalam upaya pengurangan kemiskinan.
"Dalam pemahaman kami, untuk mengatasi masalah kemiskinan memerlukan kontribusi nyata ilmu-ilmu sosial. Itu karena ilmu sosial memiliki kekuatan yang dapat digunakan untuk memahami berbagai dimensi masalah yang dihadapi manusia, seperti masalah kemiskinan," kata Lukman di Jakarta, Senin.
Pernyataan tersebut dia sampaikan dalam seminar bertajuk "Peran Ilmu Pengetahuan Sosial dan Humaniora dalam Pengurangan Kemiskinan" di Gedung Widya Graha LIPI di Jakarta.
Dia mengatakan kemiskinan merupakan topik yang dibahas di seluruh dunia karena hal itu merupakan permasalahan global.
"Kebanyakan orang memahami kemiskinan secara subyektif dan relatif, sementara yang lain melihatnya dari segi moral dan evaluatif, dan yang lainnya lagi memahaminya dari sudut pandang ilmiah yang telah dibentuk," ujarnya.
Menurut Lukman, kemiskinan adalah hasil dari akumulasi pembangunan yang terdistorsi. Distorsi atau penyimpangan itu, kata dia, terbukti dengan adanya suatu paradoks dalam masyarakat di beberapa negara, yakni fenomena kemiskinan yang tinggi di tengah-tengah pertumbuhan ekonomi yang tinggi.
"Jadi, pembangunan tidak selalu merupakan suatu potret harmoni antara pertumbuhan ekonomi dan perkembangan sosial. Faktanya, di banyak negara di dunia, pertumbuhan ekonomi tidak sejalan dengan pembangunan sosial," tuturnya.
Di Indonesia, lebih lanjut dikatakannya, momentum pertumbuhan ekonomi
dalam 15 tahun terakhir menunjukkan pertumbuhan ekonomi yang tinggi
tidak menjadi stimulus pengentasan kemiskinan.
"Lebih dari 32 juta orang Indonesia dari populasi 234 juta saat ini hidup di bawah garis kemiskinan. Selain itu, sekitar setengah dari seluruh rumah tangga tetap berada di sekitar garis kemiskinan nasional dengan kisaran pendapatan Rp200.262 per bulan," jelasnya.
Oleh karena itu, kata Lukman, dengan mempertimbangkan realitas sosial yang terjadi saat ini, pemerintah tidak bisa lagi mengabaikan pentingnya pembangunan berbasis sosial dengan memakai pemdekatan ilmu-ilmu sosial.
Kepala LIPI itu mendefinisikan pembangunan berbasis sosial sebagai suatu proses perubahan sosial terencana yang dirancang untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat secara keseluruhan, di mana pembangunan dilakukan untuk melengkapi proses dinamis pembangunan ekonomi.
"Dengan kata lain, perlu ada keseimbangan pembangunan. Pembangunan harus bertujuan memperkuat masyarakat untuk hidup makmur dan sejahtera," ucapnya.
Dalam upaya untuk mengentaskan kemiskinan, lanjutnya, strategi awal adalah untuk merancang kebijakan sosial dan perencanaan sosial.
"Sekali lagi, kita perlu pandangan yang berbeda dari berbagai ilmuwan sosial yang dapat membangun suatu "blok bangunan" untuk memahami dan menangani masalah kemiskinan," ujar Lukman.(tp)
"Lebih dari 32 juta orang Indonesia dari populasi 234 juta saat ini hidup di bawah garis kemiskinan. Selain itu, sekitar setengah dari seluruh rumah tangga tetap berada di sekitar garis kemiskinan nasional dengan kisaran pendapatan Rp200.262 per bulan," jelasnya.
Oleh karena itu, kata Lukman, dengan mempertimbangkan realitas sosial yang terjadi saat ini, pemerintah tidak bisa lagi mengabaikan pentingnya pembangunan berbasis sosial dengan memakai pemdekatan ilmu-ilmu sosial.
Kepala LIPI itu mendefinisikan pembangunan berbasis sosial sebagai suatu proses perubahan sosial terencana yang dirancang untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat secara keseluruhan, di mana pembangunan dilakukan untuk melengkapi proses dinamis pembangunan ekonomi.
"Dengan kata lain, perlu ada keseimbangan pembangunan. Pembangunan harus bertujuan memperkuat masyarakat untuk hidup makmur dan sejahtera," ucapnya.
Dalam upaya untuk mengentaskan kemiskinan, lanjutnya, strategi awal adalah untuk merancang kebijakan sosial dan perencanaan sosial.
"Sekali lagi, kita perlu pandangan yang berbeda dari berbagai ilmuwan sosial yang dapat membangun suatu "blok bangunan" untuk memahami dan menangani masalah kemiskinan," ujar Lukman.(tp)
Opini : Dari artikel tersebut, yang dapat saya simpulkan bahwa
sebaiknya pembangunan ekonomi harus dibarengi dengan pembangunan sosial,
sehingga tercipta keseimbangan antara pembangunan ekonomi dan sosial.
Menurut artikel tersebut, meskipun pertumbuhan ekonomi tinggi, tetapi
belum berpengaruh terhadap penurunan tingkat kemiskinan. Oleh karena
itu, pembangunan harus bertujuan memperkuat masyarakat untuk hidup
makmur dan sejahtera.
BAB X: AGAMA DAN MASYARAKAT
Konflik Antar Agama & Etnis di Poso & Sampit
Kerusuhan yang berlatarbelakang agama, etnis, dan golongan
terjadi di Poso, Sulawesi Tengah pada 17 April 2000. Dalam
kerusuhan tersebut terjadilah saling serang antara desa
Nasrani dan desa Islam. Menurut data Polri, kerusuhan tersebu
memakan korban 137 orang meninggal, sedangkan menurut militer
237 orang meninggal, 27 luka-luka, puluhan rumah rusak dan
dibakar, 1 bus dibom, beberapa gereja dirusak, dibakar,
dan dibom.
Kerusuhan ini terjadi pada masa kepemimpinan Kapolri Rusdihardjo.
Kapolri pun bergegas mengatasi kerusuhan ini, alhasil Polri
pun berhasil menangkap 114 tersangka, 77 diantaranya membawa
senjata tajam dan senjata api rakitan, selebihnya terlibat
dalam kasus pembakaran, penjarahan, dan menghasut massa.
Lalu mereka pun diajukan ke pengadilan untuk diproses secara
hukum. Kemudian pada masa Kapolri Suroyo Bimantoro terjadi
kerusuhan etnis di daerah Sampit dan Palangkaraya, Kalimantan
Tengah.
Konflik etnis yang terjadi di Sampit dan sekitarnya adalah
permusuhan antara dua suku, yakni Suku Dayak (asli) dan
Suku Madura (pendatang).
Peristiwa kerusuhan yang pecah pada 18 Februari 2001 di
Jalan Karyabaru, Sampit dan di Jalan Tidar Cilik Riwut (km
1, Sampit) dipicu oleh serangan yang dilakukan kelompok
suku Madura terhadap suku Dayak. Dalam peristiwa penyerangan
tersebut 7 orang suku Dayak dan 5 orang Madura meninggal.
Akibat dari penyerangan tersebut adalah terjadinya serangan
balas dari suku Dayak terhadap suku Madura yang mengakibatkan
87 orang meninggal, sebagian besar dari suku Madura.
Rincian jumlah korban yang jatuh dalam kerusuhan ini menurut
Polda Kalteng adalah 388 orang (164 diantaranya tanpa kepala)
dari suku Madura dan dari suku Dayak hanya 16 orang meninggal
serta 2 orang suku Banjar. Sedangkan kerugian material sebanyak
1.234 rumah dibakar dan 748 rumah dirusak. Sedangkan untuk
kendaraan, 16 unit mobil, 48 unit motor, dan 114 becak dibakar.
Ditambah lagi sebuah pasar, 75 kios, 29 ruko, 14 gudang
dirusak/dibakar. Selain itu, polisi pun menyita barang bukti
kerusuhan berupa 9 pucuk senjata api rakitan, 98 buah bom
rakitan, 410 buah mandau, 374 buah tombak, 455 buah parang,
41 buah kapak, 1 buah samurai, dan 10 buah linggis.
Pada kerusuhan Sampit, tercatat sebanyak 65.134 orang Madura
mengungsi dan di- evakuasi ke Surabaya menggunakan 5 kapal
laut.
Opini: Konflik suku dan agama berdampak buruk mulai dari
kehilangan materi sampai dengan hilangnya nyawa. Oleh karena itu,
Sebaiknya antar warga negara menumbuhkan sikap toleransi yang baik dan
pemerintah pun wajib membina persatuan warga negara misalnya dengan
mengadakan acara yang dapat menumbuhkan sikap kebersamaan dan saling
memiliki.
Nama : MahfudinNPM : 15113233Kelas : 1 KA 07