1. Ilmu dan empat hal sikap ilmiah
“Ilmu
pengetahuan” lazim digunakan dalam pengertian sehari-hari, terdiri dari
dua kata, “ ilmu “ dan “pengetahuan “, yang masing-masing punya
identitas sendiri-sendiri. Dikalangan ilmuwan ada keseragaman pendapat,
bahwa ilmu itu selalu tersusun dari pengetahuan secara teratur, yang
diperoleh dengan pangkal tumpuan (objek) tertentu dengan sistematis,
metodis, rasional/logis, empiris, umum dan akumulatif. Pengertian
pengetahuan sebagai istilah filsafat tidaklah sederhana karena
bermacam-macam pandangan dan teori (epistemologi), diantaranya pandangan
Aristoteles, bahwa pengetahuan merupakan pengetahuan yang dapat
diinderai dan dapat merangsang budi.
Pembentukan
ilmu akan berhadapan dengan objek yang merupakan bahan dalam
penelitian, meliputi objek material sebagai bahan yang menjadi tujuan
penelitian bulat dan utuh, serta objek formal, yaitu sudut pandangan
yang mengarah kepada persoalan yang menjadi pusat perhatian.
Langkah-langkah dalam memperoleh ilmu dan objek ilmu meliputi rangkaian
kegiatan dan tindakan. Dimulai dengan pengamatan, yaitu suatu kegiatan
yang diarahkan kepada fakta yang mendukung apa yang dipikirkan untuk
sistemasi, kemudian menggolong-golongkan dan membuktikan dengan cara
berpikir analitis, sistesis, induktif dan deduktif. Yang terakhir ialah
pengujian kesimpulan dengan menghadapkan fakta-fakta sebagai upaya
mencari berbagai hal yang merupakan pengingkaran.
Untuk mencapai suatu pengetahuan yang ilmiah dan obyektif diperlukan sikap yang bersifat ilmiah, yang meliputi empat hal yaitu :
- Tidak ada perasaan yang bersifat pamrih sehingga menacapi pengetahuan ilmiah yang obeyktif
- Selektif, artinya mengadakan pemilihan terhadap problema yang dihadapi supaya didukung oleh fakta atau gejala, dan mengadakan pemilihan terhadap hipotesis yang ada
- Kepercayaan yang layak terhadap kenyataan yang tak dapat diubah maupun terhadap indera dam budi yang digunakan untuk mencapai ilmu
- Merasa pasti bahwa setiap pendapat, teori maupun aksioma terdahulu telah mencapai kepastian, namun masih terbuka untuk dibuktikan kembali.
2. Teknologi dan ciri-ciri teknologi
Dalam
konsep yang pragmatis dengan kemungkinan berlaku secara akademis
dapatlah dikatakan bahwa pengetahuan (body of knowledge), dan teknologi
sebagai suatu seni (state of arts ) yang mengandung pengetian
berhubungan dengan proses produksi; menyangkut cara bagaimana berbagai
sumber, tanah, modal, tenaga kerja dan ketrampilan dikombinasikan untuk
merealisasi tujuan produksi. “secara konvensional mencakup penguasaan
dunia fisik dan biologis, tetapi secara luas juga meliputi teknologi
sosial, terutama teknoogi sosial pembangunan (the social technology of
development) sehingga teknologi itu adalah merode sistematis untuk
mencapai tujuan insani (Eugene Stanley, 1970).
Teknologi
memperlihatkan fenomenanya alam masyarakat sebagai hal impersonal dan
memiliki otonomi mengubah setiap bidang kehidupan manusia menjadi
lingkup teknis. Jacques Ellul dalam tulisannya berjudul “the
technological society” (1964) tidak mengatakan teknologi tetapi teknik,
meskipun artinya sama. Menurut Ellul istilah teknik digunakan tidak
hanya untuk mesin, teknologi atau prosedur untuk memperoleh hasilnya,
melainkan totalitas metode yang dicapai secara rasional dan mempunyai
efisiensi (untuk memberikan tingkat perkembangan) dalam setiap bidang
aktivitas manusia. Jadi teknologi penurut Ellul adalah berbagai usaha,
metode dan cara untuk memperoleh hasil yang distandarisasi dan
diperhingkan sebelumnya.
Fenomena teknik pada masyarakat ikini, menurut Sastrapratedja (1980) memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
- Rasionalitas, artinya tindakan spontan oleh teknik diubah menjadi tindakan yang direncanakan dengan perhitungan rasional
- Artifisialitas, artinya selalu membuat sesuatu yang buatan tidak alamiah
- Otomatisme, artinya dalam hal metode, organisasi dan rumusan dilaksanakan secara otomatis. Demikian juga dengan teknik mampu mengeliminasikan kegiatan non teknis menjadi kegiatan teknis
- Teknik berkembang pada suatu kebudayaan
- Monisme, artinya semua teknik bersatu, saling berinteraksi dan saling bergantung
- Universalisme, artinya teknik melampaui batas-batas kebudayaan dan ediologi, bahkan dapat menguasai kebudayaan
- Otonomi artinya teknik berkembang menurut prinsip-prinsip sendiri.
Teknologi
yang berkembang denan pesat meliputi berbagai bidang kehidupan manusia.
Luasnya bidang teknik digambarkan sebagaia berikut :
- Teknik meluputi bidang ekonomi, artinya teknik mampu menghasilkan barang-barang industri. Dengan teknik, mampu mengkonsentrasikan capital sehingga terjadi sentralisasi ekonomi
- Teknik meliputi bidang organisasional seperti administrasi, pemerintahan, manajemen, hukum dan militer
- Teknik meliputi bidang manusiawi. Teknik telah menguasai seluruh sector kehidupan manusia, manusia semakin harus beradaptasi dengan dunia teknik dan tidak ada lagi unsur pribadi manusia yang bebas dari pengaruh teknik.
3. Ilmu pengetahuan, teknologi, dan nilai
Alvin
Tofler (1970) mengumpakan teknologi sebagai mesin yang besar atau
sebuah akselarator (alat pemercepat) yang dahsyat, dan ilmu pengetahuan
sebagai bahan bakarnya. Dengan meningkatnya ilmu pengetahuan secara
kuantitatif dan kualtiatif, maka kiat meningkat pula proses akselerasi
yang ditimbulkan oleh mesin pengubah, lebih-lebih teknologi mampu
menghasilkan teknologi yang lebih banyak dan lebih baik lagi.
Ilmu
pengetahuan dan teknologi merupakan bagian-bagian yang dapat
dibeda-bedakan, tetapi tidak dapat dipisah-pisahkan dari suatu sistem
yang berinteraksi dengan sistem-sistem lain dalam kerangka nasional
seperti kemiskinan.
Ilmu pengetahuan dan teknologi sering dikaitkan dengan nilai atau moral. Hal ini dapat dirasakan dampaknya melalui kebijaksanaan pembangunan, yang pada hakikatnya adalah penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Ilmu dapat dipandang sebagai produk, sebagai proses, dan sebagai paradigma etika (Jujun S. Suriasumantri, 1984). Ilmu dipandang sebagai proses karena ilmu merupakan hasil dari kegiatan sosial, yang berusaha memahami alam, manusia dan perilakunya baik secara individu atau kelompok. Apa yang dihasilkan ilmu pengetahuan seperti sekarang ini, merupakan hasil penalaran (rasio) secara objektif. Ilmu sebagai produk artinya ilmu diperoleh dari hasil metode keilmuwan yang diakui secara umum dan universal sifatnya. Oleh karena itu ilmu dapat diuji kebenarannya, sehingga tidak mustahil suatu teori yang sudah mapan suatu saat dapat ditumbangkan oleh teori lain. Ilmu sebagai ilmu, karena ilmu selain universal, komunal, juga alat meyakinkan sekaligus dapat skeptis, tidak begitu saja mudah menerima kebenaran.
Istilah ilmu diatas, berbeda dengan istilah pengetahuan. Ilmu adalah diperoleh melalui kegiatan metode ilmiah (epistemologi) yang merupakan pembahasan bagaimana mendapatkan pengetahuan. Epistemologi ilmu terjamin dalam kegiatan metode ilmiah (èkegiatan meyusun tubuh pengetahuan yang bersifat logis, penjabaran hipotesis dengan deduksi dan verifikasi atau menguji kebenarannya secara faktual; sehingga kegiatannya disingkat menjadi logis-hipotesis-verifikasi atau deduksi-hipotesis-verifikasi).
Sedangkan pengetahuan adalah pikiran atau pemahaman diluar atau tanpa kegiatan metode ilmiah, sifatnya dapat dogmatis, banyak spekulasi dan tidak berpijak pada kenyataan empiris. Sumber pengetahuan dapat berupa hasil pengalaman berdasarkan akal sehat (common sense) yang disertasi mencoba-coba, intuisi (pengetahuan yang diperoleh tanpa pembalaran) dan wahyu (merupakan pengetahuan yang diberikan Tuhan kepada para Nabi atau UtusanNya).
Ilmu pengetahuan pada dasarnya memiliki 3 (tiga) komponen penyangga tubuh pengetahuan yang disusunnya dimana ketiganya erat kaitannya dengan nilai moral, yaitu:
1. Ontologis (Objek Formal Pengetahuan)
Ontologis dapat diartikan hakikat apa yang dikaji oleh pengetahuan, sehingga jelas ruang lingkup wujud yang menjadi objek penelaahannya
2. Epistemologis
Epistemologis seperti diuraikan diatas hanyalah merupakan cara bagaimana materi pengetahuan diperoleh dan disusun menjadi tubuh pengetahuan.
3. Aksiologis
Aksiologis adalah asas menggunakan ilmu pengetahuan atau fungsi dari ilmu pengetahuan.
Kaitan
ilmu dan teknologi dengan nilai moral, berasal dari ekses penerapan
ilmu dan teknologi sendiri. Dalam hal ini sikap ilmuwan dibagi menjadi
dua golongan:
1. Golongan yang menyatakan ilmu dan teknologi adalah bersifat netral terhadap nilai-nilai baik secara ontologis maupun aksiologis, soal penggunaannya terserah kepada si ilmuwan itu sendiri, apakah digunakan untuk tujuan baik atau buruk. Golongan ini berasumsi bahwa kebenaran itu dijunjung tinggi sebagai nilai, sehingga nilai-nilai kemanusiaan lainnya dikorbankan demi teknologi.
2. Golongan yang menyatakan bahwa ilmu dan teknologi itu bersifat netral hanya dalam batas-batas metafisik keilmuwan, sedangkan dalam penggunaan dan penelitiannya harus berlandaskan pada asas-asa moral atau nilai-nilai. Golongan ini berasumsi bahwa ilmuwan telah mengetahui ekses-ekses yang terjadi apabila ilmu dan teknologi disalahgunakan.
Sepertinya ilmuwan golongan kedua yang patut kita masyarakatkan sikapnya sehingga ilmuwan terbebas dari kecenderungan penyalahgunaan dibidang ilmu dan teknologi dengan mengorbankan nilai-nilai kemanusiaan.
1. Golongan yang menyatakan ilmu dan teknologi adalah bersifat netral terhadap nilai-nilai baik secara ontologis maupun aksiologis, soal penggunaannya terserah kepada si ilmuwan itu sendiri, apakah digunakan untuk tujuan baik atau buruk. Golongan ini berasumsi bahwa kebenaran itu dijunjung tinggi sebagai nilai, sehingga nilai-nilai kemanusiaan lainnya dikorbankan demi teknologi.
2. Golongan yang menyatakan bahwa ilmu dan teknologi itu bersifat netral hanya dalam batas-batas metafisik keilmuwan, sedangkan dalam penggunaan dan penelitiannya harus berlandaskan pada asas-asa moral atau nilai-nilai. Golongan ini berasumsi bahwa ilmuwan telah mengetahui ekses-ekses yang terjadi apabila ilmu dan teknologi disalahgunakan.
Sepertinya ilmuwan golongan kedua yang patut kita masyarakatkan sikapnya sehingga ilmuwan terbebas dari kecenderungan penyalahgunaan dibidang ilmu dan teknologi dengan mengorbankan nilai-nilai kemanusiaan.
4. Kemiskinan
Kemiskinan
lazimnya dilukiskan sebagai kurangnya pendapatan untuk memenuhi
kebutuhan hidup yang pokok. Dikatakan berada di bawah garis kemiskinan
apabila pendapatan tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup yang
paling pokok seperti pangan, pakaian, tempat berteduh, dan lain-lain.
Garis kemiskinan yang menentukan batas minimum pendapatan yang
diperlukan untuk memenuhi kebutuhan pokok, bisa dipengaruhi oleh tiga
hal :
- Persepsi manusia terhadap kebutuhan pokok yang diperlukan
- Posisi manusia dalam lingkungan sekitar
- Kebutuhan objektif manusia untuk bisa hidup secara manusiawi
Persepsi
manusia terhadap kebutuhan pokok yang diperlukan dipengaruhi oleh
tingkat pendidikan, adat istiadat, dan sistem nilai yang dimiliki. Dalam
hal ini garis kemiskinan dapat tinggi atau rendah. Terhadap posisi
manusia dalam lingkungan sosial, bukan ukuran kebutuhan pokok yang
menentukan, melainkan bagaimana posisi pendapatannya ditengah-tengah
masyarakat sekitarnya. Kebutuhan objektif manusia untuk bisa hidup
secara manusiawi ditentukan oleh komposisi pangan apakah benilai gizi
cukup dengan nilai protein dan kalori cukup sesuai dengan tingkat umur,
jenis kelamin, sifat pekerjaan, keadaan iklim dan lingkungan yang
dialaminya.
Kesemuanya
dapat tersimpul dalam barang dan jasa dan tertuangkan dalam nilai uang
sebagai patokan bagi penetapan pendapatan minimal yang diperlukan,
sehingga garis kemiskinan ditentukan oleh tingkat pendapatan minimum (
versi bank dunia, dikota 75 $ dan desa 50 $AS perjiwa setahun, 1973).
Pendapat lain menurut Prof. Sayogya (1969), garis kemiskinan dinyatakan dalam rp/tahun, ekuivalen dengan nilai tukar beras (kg/orang/tahun yaitu untuk desa 320 kg/orang/tahun dan 480 kg/orang/tahun).
Pendapat lain menurut Prof. Sayogya (1969), garis kemiskinan dinyatakan dalam rp/tahun, ekuivalen dengan nilai tukar beras (kg/orang/tahun yaitu untuk desa 320 kg/orang/tahun dan 480 kg/orang/tahun).
Berdasarkan ukuran ini maka mereka yang hidup dibawah garis kemiskinan memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
- Tidak memiliki faktor-faktor produksi sendiri seperti tanah, modal, ketrampilan. Dll
- Tidak memiliki kemungkinan untuk memperoleh asset produksi dengan kekuatan sendiri, seperti untuk memperoleh tanah garapan ataua modal usaha
- Tingkat pendidikan mereka rendah, tidak sampai taman SD
- Kebanyakan tinggal di desa sebagai pekerja bebas
- Banyak yang hidup di kota berusia muda, dan tidak mempunyai ketrampilan.
Kemiskinan menurut orang lapangan (umum) dapat dikatagorikan kedalam tiga unsur :
- Kemiskinan yang disebabkan handicap badaniah ataupun mental seseorang
- Kemiskinan yang disebabkan oleh bencana alam
- Kemiskinan buatan.
Yang
relevan dalam hal ini adalah kemiskinan buatan, buatan manusia terhadap
manusia pula yang disebut kemiskinan structural. Itulah kemiskinan yang
timbul oleh dan dari struktur-struktur buatan manusia, baik struktur
ekonomi, politik, sosial maupun cultural. Selain disebabkan oleh hal –
hal tersebut, juga dimanfaatkan oleh sikap “penenangan” atau “nrimo”,
memandang kemiskinan sebagai nasib, malahan sebagai takdir Tuhan.
Kemiskinan menjadi suatu kebudayaan atau subkultur, yang mempunya
struktur dan way of life yang telah turun temurun melalui jalur
keluarga. Kemiskinan (yagn membudaya) itu disebabkan oleh dan selama
proses perubahan sosial secara fundamental, seperti transisi dari
feodalisme ke kapitalisme, perubahan teknologi yang cepat, kolonialisme,
dsb.obatnya tidak lain adalah revolusi yang sama radikal dan meluasnya.
5. Pendapat Pribadi
Antara ilmu pengetahuan, teknologi dan kemiskinan sangat erat kaitannya. Canggihnya perkembangan teknologi diikuti oleh baiknya penguasaan ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan teknologi tersebut. Seperti yang kita ketahui banyak sekali inovasi teknologi yang berasal dari luar indonesia, sedangkan inovasi yang berasal dari negara indonesia sendiri jumlahnya masih sedikit jumlahnya. Hal ini mungkin saja dikarenakan masih rendahnya pengetahuan warga indonesia akan bidang ilmu pengetahuan tertentu. Tetapi sebagai masyarakat Indonesia sebaiknya harus tetap bersyukur, semoga kedepannya akan muncul lebih banyak innovasi di bidang teknologi yang penciptanya adalah warga negara Indonesia sendiri.
Selanjutnya, selain adanya kaitan antara ilmu pengetahuan dan teknologi, keduanya juga berkaitan dengan tingkat kemiskinan. hal tersebut benar adanya, menurut saya penyebab dari rendahnya kemampuan ekonomi masyarakat ikut dipengaruhi ke canggihan teknologi yang digunakan. Sesuai yang kita tahu, teknologi umumnya dapat memudahkan kita dalam melakukan sesuatu. Pekerjaan yang awalnya rumit, membutuhkan biaya besar, dengan pemanfaatan yang tepat akan lebih mudah dan munurunkan biayanya. Sehingga memungkinkan suatu produk dijual lebih murah sehingga kalangan yang kurang mampu dapat memenuhi kebutuhannya.
Referensi:
http://furikurniati.webs.com/tugasisd8.htm
Nama : Mahfudin
NPM : 15113233
Kelas : 1 KA 07